BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, keatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Jika mengacu pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut jelas sekali bahwa peran nilai-nilai agama menjadi sangat penting dalam setiap proses pendidikan yang terjadi di sekolah. Karena terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia tidak mungkin terbentuk tanpa peran dari agama.
Peningkatan keimanan dan ketaqwaan siswa sesuai dengan tujuan penfidikan nasional tersebut bisa dilakukan melalui mata pelajaran, kegiatan ekstra kurikuler, pen ciptaan situasi yang kondusif maupun kerjasama sekolah dengan orang tua dan masyarakat.
Peningkatan irnan dan taqwa melalui mata pelajaran dilakukan oleh guru yaitu dengan cara mengkaitkan nilai-nilai Imtaq dan Iptek dalam pembelajaran tanpa mengubah kurikulum yang.
Keberhasilan siswa dalam belajar yang bisa meningkatkan Imtaq sangat dipengaruhi oleh kondisi internal siswa maupun faktor eksternal siswa. Salah satu faktor eksternal yang ikut berpengaruh atas keberhasilan siswa dalam memahami suatu topik pembelajaran yang berasal dari guru adalah kemampuan guru dalam memilih metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat sehingga nilai-nilai Imtaq bisa mewarnai dalam pembelajaran tersebut.
Dalam suatu proses pembelajaran tidak ada suatu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk semua topik dan semua situasi, oleh karena itu guru dalam menentukan metode dan pendekatan pembelajaran apa yang harus dipilih harus senantiasa memperhatikan kondisi siswa, sarana prasarana yang ada maupun mated pembelajaran apa yang akan dibahas.
Begitu juga di setiap sekolah tidak semua siswa mempunyai latar belakang sosiai budaya, ekonomi, agama serta motivasi yang sama dalarn setiap'belajarnya, kondisi ini mengharuskan setiap guru memahami karakteristik dari siswa atau kelas yang dihadapi jika ingin proses pembelajarannya bisa berhasil.
Kondisi yang berbeda-beda tentang latar belakang kemampuan, ekonomi, sosial budaya, agama dan motivasi siswa tersebut dalam belajar, bisa terlihat dari prestasi belajar yang dicapai, akhlak, budi pekerti clan perilaku siswa yang ditunjukkan oleh siswa-siswa dalam kehidupannya sehari-hari
Permasalahan yang muncul adalah: Bagaimana integrasi materi pelajaran dan nilai-nilai agama Islam dalam penibelajaran? Dan Pendekatan pembelajaran apa yang kiranya sesuai dengan materi pembelajaran? Serta nilai-nilai Imtaq apa saja yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran tersebut ? Itulah beberapa persoalan yang akan ditelaah dalam artikel ini.
B. Maksud dan Tujuan
Karya ilmiah ini kami buat untuk memenuhi tugas dari mata pelajaran Bahasa Indonesia. Salain itu, karya ilmiah ini dapat menambaha ilmu pengetahuan bagi penulis maupun pembaca dan juga dapat melatih penulis untuk membuat karya ilmiah yang baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Optimalisasi Pendidikan Agama Islam Oleh Guru Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami (knowing), terampil melaksanakan (doing), dan mengamalkan(being) agama Islam melalui kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan Agama Islam di sekolah (bukan di madrasah) ialah murid memahami , terampil melaksanakan , dan melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harisehingga menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT berakhalak mulia dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Optimalisasi Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak berarti penambahanjumlah jam pelajaran di sekolah, tetapi melalui optimalisasi upaya pendidikanagama Islam. Itu berupa optimalisasi mutu guru agama Islam dan optimalisasisarana.Karakteristik utama PAI adalah banyaknya muatan komponen being , disamping sedikit komponen knowing dan doing . Hal ini menuntut perlakuan pendidikan yang banyak berbeda dari pendidikan bidang studi umum.Pembelajaran untuk mencapai being yang tinggi lebih mengarahkan padausaha pendidikan agar murid melaksanakan apa yang diketahuinya itu dalamkehidupan sehari-hari. Bagian paling penting dalam PAI ialah mendidik muridagar beragama; memahami agama (knowing) dan terampil melaksanakanajaran agama (doing) hanya mengambil porsi sedikit saja. Dua yang terakhir inimemang mudah.Berdasarkan pengertian itulah pendidikan agama Islam memerlukanpendekatan pendekatan naql, akal dan qalbu. Selain itu juga diperlukan saranayang memadai sehingga mendukung terwujudnya situasi pembelajaran yangsesuai dengan karakter pendidikan agama Islam. Sarana ibadah, sepertimasjid/mushallah, mushaf al-Quran, tempat bersuci/tempat wudlu merupakansalah satu contoh sarana pendidikan agama Islam yang dapat dipergunakansecara langsung oleh siswa untuk belajar agama Islam.Peningkatan mutu guru agama Islam diarahkan agar ia mampu mendidik muridnya untuk menguasai tiga tujuan tadi. Untuk itu perlu ditingkatkankemampuannya dalam penguasaan materi pelajaran agama, penguasaanmetodologi pengajaran, dan peningkatan keberagamaannya sehingga ia pantasmenjadi teladan muridnya.Banyak orang memberikan penilaian terhadap keberhasilan guru agama Islam (GAI). Pada umumnya, mereka menyatakan bahwa GAI banyak gagal dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.Penelitian menunjukkan bahwa pada aspek knowing dan doing guru agama tidak gagal; mereka banyak gagal pada pembinaan aspek keberagamaan (being). Murid-muridnya memahami ajaran agama Islam,terampil melaksanakan ajaran itu, tetapi mereka sebagiannya tidak melaksanakan ajaran Islam tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Merekamemahami hukum dan cara shalat lima, terampil melaksanakan shalat lima, tetapi sebagian dari murid itu tidak melaksanakan shalat lima. Mereka tahukonsepjujur, mereka tahu cara melaksanakan jujur, tetapi sebagian dari merekatetap sering tidak jujur dalam kehidupannya sehari-hari.
B. Metode Internalisasi
Sesuatu yang telah diketahui dapat saja sekedar diketahui, tempatnya diotak. Untuk mengetahui apakah murid sudah tahu, guru dapat memberikan soalujian atau ulangan. Jika jawabannya benar, berarti murid sudah tahu. Muridmampu bahkan terampil melaksanakan yang ia ketahui itu. Tempatnya dianggota badan. Nah, yang di otak dan yang di badan itu boleh jadi menetapsaja di situ; dua-duanya itu masih berada di luar kepribadian, masih berada didaerah ekstern, belum berada di daerah dalam kepribadian (intern). Karena itupengetahuan dan keterampilan harus dimasukkan ke daerah intern. Prosesmemasukkan inilah yang disebut internalisasi. Untuk memahami konsep ini lebihdalam cobalah perhatikan uraian berikut ini.
C. Tiga Tujuan Pembelajaran Shalat
Dengan memakai teori di atas kita dapat mengurai tiga tujuan pembelajaranshalat sebagai berikut:
- Tahu konsep shalat (knowing).Dalam hal ini murid mengetahui definisi shalat, syarat dan rukun shalat,serta hukum shalat dalam ajaran Islam. Untuk mencapai tujuan ini guru danmurid dapat memilih metode yang telah banyak tersedia. Metode ceramahboleh digunakan, diskusi juga mungkin, tanya jawab baik juga, dan seterusnya.Untuk mengetahui apakah murid memang telah paham konsep, syarat danrukun shalat, guru dapat menyelenggarakan ujian berupa ujian harian yangsering disebut ulangan harian, atau dengan cara lain. Yang diuji hanyalah aspek pengetahuannya tentang konsep, syarat, dan rukun shalat. Jika hasil ujiansemuanya bagus, berarti tujuan pembelajaran asepek knowing telah tercapai.
- Terampil melaksanakan shalat (doing).Untuk mencapai tujuan ini metode yang baik kita gunakan ialah metodedemonstrasi. Guru mendemonstrasikan shalat untuk memperlihatkan carashalat. Lantas murid satu demi satu (imgat: satu demi satu)mendemonstrasikan shalat. Guru dapat memutarkan video rekaman shalat(lengkap fi’liyah dan qauliyahnya) dan murid menontonnya. Tatkala muriddiminta mendemonstrasikan, guru telah dapat sekaligus memberikan penilaian.Jadi, di sini dilakukan pengajaran sekaligus penilaian. Bila guru telah yakinseluruh (sekali lagi seluruh) murid telah mampu melaksanakan (artinya terampildalam cara shalat), maka tujuan aspek doing telah tercapai.
- Murid melaksanakan shalat dalam kehidupannya sehari-hari (being).Nah, di sinilah bagian yang paling rumit itu. Sebenarnya, kekuranganpendidikan agama di sekolah selama ini hanya terletak di sini, tidak pada aspek knowing dan doing . Bagian knowing dan doing telah beres dan telah mencapaihasil yang sangat bagus karena bagian ini memang mudah. Jadi, jika berbicarametode pembelajaran agama Islam, sebenarnya untuk tujuan pertama(knowing) dan kedua (doing) itu sudah tidak ada lagi persoalan, anggap sajatelah selesai, tidak lagi perlu diberikan pelatihan tentang itu. Itu sudah beres,katakanlah baik secara keilmuan maupun dalam pelaksanaan.
D. Orang Tua Murid
Rumah tangga (di situ ada orang tua murid) adalah tempat pendidikan pertama dan utama. Pertama karena di situlah murid itu mula-mula mendapat pendidikan; utama karena pengaruh pendidikan di rumah tangga itu sangat besar dalam terbentuknya kepribadian. Pernyataan ini menunjukkan pentingnya sekolah bekerjasama dengan rumah tangga, maksudnya bekerjasama denganorang tua murid. Pentingnya sekolah bekerjasama dengan rumah tangga sudah sejak lama diteorikan. Sekarang ini semua guru menganggap perlu adanya kerjasama dengan orang tua murid. Guru Matematika perlu kerjasama dengan orang tua murid, sekurang-kurangnya agar orang tua murid mengingatkan agar anaknya tidak lupa mengerjakan PR. Guru mata pelajaran lain demikian juga. Nah, agar pendidikan keimanan dan ketakwaan berhasil; kerjasama sekolah dengan orang tua murid sangat perlu. Pada bagian terdahulu sudah dijelaskan bahwa bagian terbesar tujuan pendidikan agama adalah keberagamaan murid, artinya berhasil atau tidaknya pendidikan agama itu ditandai oleh diamalkannya ajaran agama itu sehari-harioleh murid. Nah, orang tua di rumahlah yang paling mengetahui pengamalan itu oleh anaknya. Orang tua melihat anaknya mengamalkan ajaran agama. Lebih dari itu, metode peneladanan sebagai metode unggulan untuk meningkatkan keberagamaan murid, sangat mengandalkan peneladanan oleh orang tuanya di rumah. Orang tuanyalah yang paling tepat untuk meneladankan shalat tepat waktu, meneladankan kesabaran, pemurah, orangtuanyalah yang paling tepat meneladankan bagaimana menghormat tamu, bertetangga, dan lain-lain bentuk pengamalan ajaran Islam sebagai tanda keberagamaan. Pembiasaan adalah metode unggulan yang lain dalam mengembangkan keberagamaan murid. Lagi-lagi, orang tua di rumahlah yang paling cocok untuk membiasakan tersebut, yaitu membiasakan mengamalkan ajaran Islam. Orangtuanya membiasakan shalat tepat waktu, membaca basmalah tatkala akanmakan, menjawab salam bila tamu berkunjung ke rumah. Metode andalan tersebut (peneladanan dan pembiasaan) memang dapat juga digunakan di sekolah, dilakukan oleh kepala sekolah, guru agama, guru umum, dan aparat sekolah laoinnya. Tetapi, penerapan kedua metode itusangat terbatas di sekolah karena kehidupan murid itu jauh lebih lama di rumahketimbang di sekolah. Kehidupan di rumah adalah kehidupan yang asli, yangsebenarnya, sementara kehidupan di sekolah kebanyakan artifisial, tidak selalu menggambarkan kehidupan yang sebenarnya. Konsekwensi dari konsep-konsepini antara lain ialah pendidikan keberagamaan lebih berhasil bila dilakukan dirumah ketimbang di sekolah. Keunggulan pendidikan agama di sekolah ialahdan hanya dalam bidang menambah pemahaman; meningkatakankeberagamaan murid sebagian besar harus di lakukan di rumah. Inilah yangmendasari teori kita bahwa untuk memperoleh peningkatan kebertagamaanmurid adalah sangat perlu adanya kerjasama sekolah dan rumah tangga.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
- Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, keatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
- Tujuan pendidikan Agama Islam di sekolah (bukan di madrasah) ialah murid memahami , terampil melaksanakan , dan melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT berakhalak mulia dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
- Kehidupan di rumah adalah kehidupan yang asli, yang sebenarnya, sementara kehidupan di sekolah kebanyakan artifisial, tidak selalu menggambarkan kehidupan yang sebenarnya.
B. Saran
- Marilah kita tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kita semua.
- Perbanyaklah interaksi dengan orang disekitar, untuk menambah ilmu agama.
- Jangan lupa belajar.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Maksud dan Tujuan......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Optimalisasi Pendidikan Agama Islam Oleh Guru Agama Islam .. 4
B. Metode Internalisasi ....................................................................... 6
C. Tiga Tujuan Pembelajaran Shalat .................................................... 6
D. Orang Tua Murid............................................................................................................. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional Dirjend Dikdasmen. 2001. Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan Melalui Kerjasama Sekolah dengan Orang Tua dan Masyarakat. Jakarta : Proyek Peningkatan Wawasan Keagamaan Guru.
Madhakomala. 2002. Metode Internalisasi Pendidikan Pascasarjana Uhamka. Jakarta.
Made Pidarta. 1997. Tiga Tujuan Pembelajaran Shalat Jakarta : Rineka Cipta.
Muhammad Dimyati. 1988. Landasan Kependidikan. Jakarta : Depdikbud Dirjend Dikti Proyek LPTK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar